Sebuah
organisasi dari perkumpulan alumni MAPK Surakarta yang berdomisili di Kairo Mesir
dikenal sebagai Misykati. Awal mulanya Misykati hadir di negeri
kinanah pada tahun 1995 di wilayah kota metropolitan bernama Helwan. Organisasi
yang merupakan singkatan dari Majelis Intensif Studi Yurisprudensi dan Kajian
Pengetahuan Islam yang kita kenal saat ini pernah memiliki nama sebagai Halaqoh
Ilmiah.
Jika kalian memahami interpretasi
dari akronim Misykati, kalian akan mengetahui
bahwa dia bersifat akademis. Untuk membuktikan keabsahan Misykati sebagai organisasi
yang akademis, dia memiliki beberapa kegiatan-kegiatan dalam bidang akademis
seperti: kajian selasanan, mengaji kitab Waroqot, mengaji kitab
Tuhfah dan Jagongan.
Dari
kegiatan-kegiatan Misykati di atas, saya sebagai Misykatian akan menjelaskan
kegiatan-kegiatan tersebut.
Setiap
Selasa sore, Misykatian mengaji salah satu syarah berjudul Tuhfatussaniyyah
dari kitab fenomenal matan Jurumiyyah. Kitab syarah yang ditulis oleh Muhammad
Muhyiddin Abdul Hamid ini setiap dua minggu sekali dikaji Wahyuddin sebagai
pengampu. Biasanya, mengaji kitab yang
membahas ilmu nahwu ini dimulai setalah salat magrib berjamaah.
Ketika
menerangkan kitab Tuhfah, Wahyuddin menggunakan metode bandongan, yaitu
dengan cara seorang guru membacakan kitabnya, menerjemahkannya, kemudian dijelaskan
maksud perkalimat. Ditambah lagi dalam penyampaian Wahyuddin memberikan contoh yang
menerapkan pembahasan tertentu. Misalkan hari itu memasuki pembahasan asma’
khomsah. Kemudian Wahyuddin memberikan contoh bentuk jumlah ismiyah atau
dalam bentuk lain yang di dalamnya terdapat salah satu dari lima nama yang
termasuk asma’ khomsah. Dan murid-murid menyimak lalu membuat catatan
baik arti atau keterangan. Di penghujung pengajian Wahyudin selalu meminta
salah satu teman untuk menjelaskan ulang supaya mereka paham betul materi yang
telah dibahas hari itu atau beliau menjelaskan ulang sendiri secara singkat.
Kitab
ilmu alat yang sangat esensial ini memang dibutuhkan bagi Misykatian. Bagaimana
tidak? Seluruh diktat mereka dalam perkuliahan menggunakan literatur Arab,
kecuali bahasa Inggris. Bagaimanapun, mahir berbahasa Arab fushah, seperti
berbicara, membaca dan menulis secara formal dengan bahasa Arab, memerlukan
penguasaan ilmu nahwu dengan baik.
Masih tentang mengaji yang mirip
dengan yang di atas namun berbeda kitab. Kali ini, Misykatian dikenalkan dengan
ilmu usul Fikih yang diselenggarakan seminggu sekali. Kegiatan mengaji
metodologi yang menjadi pedoman menggali hukum syariat ini lebih rutin dari
pada kegiatan sebelumnya yang dilaksanakan dua minggu sekali. Jadi mengaji usul
Fikih di Misykati lebih intensif.
Kegiatan
Jumat sore yang dipandu oleh mas Ilham yang sekarang menempuh S2 di dua
universitas sekaligus di Mesir, yaitu al-Azhar dan Dual, adalah mengaji kitab Qurrotul’ain
Lisyarhi Waroqot Imam Haromain. Kegiatan yang biasa mulai sore sampai isya
ini sangat disukai Misykatian, terutama kamerad Bawel, anggota Misykatian yang
perempuan, karena kitab Waroqot membahas ilmu usul Fikih yang menjadi
salah satu mata kuliah jurusan syariah yang mana jurusan tersebut mayoritas
diminati oleh Misykatian.
Metode
yang digunakan oleh mas Ilham dalam penyampainnya hampir sama seperti Wahyuddin
yang menggunakan metode bandongan. Maka Misykatian mudah menangkap ilmu yang
disampaikan karena mereka sudah terbiasa dengan metode ini ketika mereka nyantri
di asrama MAPK.
Di Misykati tidak melulu tentang
ngaji yang dituntun oleh pengampu atau pembimbing. Kajian selasanan yang berbeda
metode dari mengaji kitab seperti di atas diagendakan setiap Selasa sore. Kegiatan
selasanan ini berselang-seling dengan ngaji Tuhfah.
Durasi kajian selasanan biasanya 3-4 jam, dimulai setelah magrib.
Misykatian yang mendapatkan tugas sebagai pemateri harus membagikan makalahnya
3 hari sebelum hari H.
Kegiatan
ini dibuka oleh moderator yang mengatur kelangsungan kajian. Kajian berlangsung mulai dari pembukaan, kemudian
pembacaan ayat-ayat suci al-Quran, pemaparan materi, sesi tanya jawab, dan
penutupan.
Kajian
yang menggunakan makalah sebagai materi pembahasan ini melatih Misykatian
supaya berpikir kritis, mengasah kemampuan dalam kepenulisan mereka dengan cara
yang baik dan benar, dan secara tidak langsung mereka menambah pengalaman dan
kemampuan dalam mencari referensi.
Terakhir dari kegiatan yang saya
bahas di sini ada kegiatan Jagongan. Kegiatan yang bernama Jagongan ini mungkin
sekilas dalam pikiran orang awam tentang Misykati bahwa isim tersebut berasal
dari bahasa Jawa yang artinya dalam bahasa Indonesia kongko-kongko atau
mengobrol. Apabila mereka tahu bahwa jagongan yang
dimaksud Misykatian bukanlah istilah Jawa melainkan nama yang dijadikan akronim
dari Jalaran Guyon Nanging Tenanan yang artinya dalam istilah Jawa penyebab
bercanda tapi serius, mereka terkecoh dengan kegiatan Misykati yang satu ini.
Jagongan
sendiri adalah kegiatan yang baru diadakan 3 sampai 4 tahunan lalu, tepatnya
pada masa kepemimpinan bung Dhopir di Misykati. Kegiatan yang tidak menggunakan
buku pegangan ini belum berjalan semenjak saya menjadi anggota Misykati. Menurut
cerita Misykatian kegiatan ini dirutinkan setiap Sabtu malam. Jagongan dipimpin
oleh penggagasnya sendiri yaitu bung Dhopir. Kegiatan yang berbasis
pengembangan keterampilan dalam berbicara seperti ini belum pernah ada
sebelumnya di Misykati dari awal berdirinya.
Jagongan
fokus kepada anggota Misykati baru yang belum terbiasa menyampaikan pendapat
atau pengetahuan mereka di depan umum dalam sebuah forum secara sistematis. Banyak
pembicara amatiran menyampaikan argumennya tidak bisa dipahami atau malah
membingungkan pendengar. Maka dari itu, tujuan kegiatan Jagongan adalah
mengatasi masalah penyampaian pendapat yang susah dicerna.
Seluruh
kegiatan Misykati di atas menunjukkan kepedulian anggotanya. Semua ini tidak
ada artinya kalau dari anggotanya sendiri tidak menghidupkan atau didukung agar
terselenggaranya kegiatan-kegiatan di atas dengan baik. Sebaiknya lahan yang
menjadi wahana belajar ini harus dilestarikan.
Comments
Post a Comment